Selasa, 05 Mei 2009

Peraturan Jabatan Notaris

Di tanah air kita, notariat sudah dikenal semenjak belanda menjajah Indonesi, karena notariat adalah suatu lembaga yang sudah lembaga yang sudah dikenal dalam kehidupan mereka di tanah airnya sendiri. Tetapi lembaga ini terutama diperuntukan bagi mereka sendiri dan bagi mereka yang baik karena undang-undang maupun karena suatu ketentuan dinyatakan tunduk pada hukum yang berlaku untuk golongan Eropa dalam bidang Hukum Perdata, yaitu Burgerlijk Wetbook (BW) atau sekarang umumnya disebut Kitab Undang-undang Hukum Perdata.[1]
Notaris yang dalam profesi sesungguhya merupakan instansi yang dengan akta-aktanya menimbulkan alat-alat pembuktian tertulis dan mempunyai sifat otentik, dapat berbuat banyak untuk mendorong masyarakat guna mempergunakan alat-alat pembuktian tertulis. Dalam hal ini, notaris harus aktif dalam pekerjaannya dan bersedia ditempatkan dimanapun juga, sekalipun di desa untuk melayani klien yang membutuhkan jasanya.
Di Indonesia notaris dibekali dengan pengetahuan hukum yang mendalam, karena mereka tidak hanya berkewajiban mengesahkan tanda tangan belaka, melainkan menyusun aktanya dan memberikan pendapat hukumnya dimana perlu, sebelum suatu akta dibuat. Oleh karena itu di Indonesia, notaris dapat memberikan banyak sumbangan yang penting untuk perkembangan notariat dan hukum nasional.
Peran notaris sangat diperlukan dalam upaya memecahkan permasalahan pembangunan yang makin meningkat, terutama yang berkaitan dengan kepastian hukum. Kontribasi tersebut dapat diberikan dalam konteks penegakan hokum dalam kehidupan bermasyarakat dan membangun pemerintahan yang berkeadilan dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Seorang notaris selain dituntut harus professional di bidangnya, juga harus bersikap tidak memihak dan membedakan kliennya, serta peka dalam menyikapi berbagai perkembangan dalam masyarakat. Dengan bertambahnya jumlah notaris maka bertambah keras pula persaingan di antara para notaris dalam menjaring klien. Namun demikian, hendaknya dalam menyikapi persaingan ini tetap mengedepankan kepentingan publik, dan tidak hanya mengejar keuntungan pribadi.
Lajunya perkembangan pembangunan dan bertambahnya penduduk tidak dapat dihindari akan membawa pengaruh yang berkaitan dengan permasalahan hukum, misalnya dalam bidang bidang pertanahan. Oleh karena itu bagi seorang notaris, dalam penerbitan akta tanah, sering lalai mengecek keabsahan pengurusan akta tanah. Padahal, bukan tidak mungkin pengurusan akta tanah tersebut menyimpang dari ketentuan peraturan.
Chek dan recheck memungkinkan dapat dihindari munculnya permasalahan setelah terbitnya akta tanah. Disinilah peran aktif seorang notaris, jangan hanya melihat keuntungan yang akan diperoleh. Seorang notaris diharapkan ikut tergugah menyadarkan warga masyarakat yang memang buta hukum dan bukannya justru memanfaatkan ketidak-tahuan masyarakat untuk meraih keuntungan.[2]
Seiring dengan perkembangan zaman yang sangat pesat, saat ini pelanggaran hukum pun semakin meningkat, baik individual maupun kolektif. Pelanggaran hukum tersebut dapat menimbulkan kerugian baik perusahaan maupun karyawan, Negara, masyarakat, konsumen, pemegang sahan maupun penegak hukum.
Lebih spesifik lagi nampaknya orang kurang menaruh perhatian pada pelanggaran hukum dilingkungan professional, seperti dokter, akuntan, advokat, insinyur, khususnya notaries. Pelanggaran ini dapat dilakukan karena kealpaaan, kesengajaan, dan bisa juga berupa pelanggaran hukum administratif serta hukum disiplin profesi, seperti pelanggaran kode etik maupun yang ditegakkan oleh Negara, seperti Peraturan Jabatan Notaris. Seringkali indikator tersebut bersifat kombinasi satu sama lain.
Jika didasarkan kepada kenyataan, bahwa telah mempunyai perundang-undangan dibidang notariat yakni “Peraturan Jabatan Notaris” (Notaris Reglement – Stbl. 1860 – 3), yang sekarang ini telah berumur kurang lebih 120 tahun, sebagai pengganti dari “instructive voor notarissen in Indonesia” (Stbl.1822 – 11) dan bahkan jauh sebelumnya, yakni dalam tahun 1620 telah diangkat notaries pertama di Indonesia, seharusnya lembaga notariat ini telah dikenal dan meluas sampai ke kota-kota kecil dan bahkan ke desa-desa. Namun keadaannya tidaklah sedemikian, sehingga timbul pertanyaan, apa yang menjadi sebab tidak dikenalnya lembaga notariat ini secara meluasnya.
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan kurang meluasnya dikenal lembaga ini, salah satu faktor diantaranya ialah, bahwa sebelum Perang Dunia II hampir seluruh notaris yang ada di Indonesia pada waktu itu adalah berkebangsaan Belanda, sedang jumlah notaris yang berkebangsaan Indonesia sangat jumlahnya. Pada waktu itu lembaga notariat seolah-olah dimonopoli oleh orang-orang Belanda. Lagi pula pada umumnya mereka mempunyai tempat kedudukan di kota-besar besar, sehingga mudah dimengerti bahwa hubungan mereka dapat dikatakan hanya dengan orang-orang Eropa, Cina, Timur Asing dan bangsa asing lainnya, yang biasanya bermukin di kota-kota besar pula serta sebagian kecil orang-orang Indonesia, yang terbatas pada golongan tertentu dalam masyarakat.
Faktor lain yang tidak kurang pentingnya ialah, bahwa masuknya lembaga notariat di Indonesia ialah pada saat, dimana tingkat kesadaran dan budaya hukum dari masyarakat bangsa Indonseia pada waktu itu, suatu masyarakat yang bersifat primordial, yang masih berpegang teguh pada hukum adatnya dan kaedah-kaedah reiligius, masih rendah dan sempit, lebih-lebih lagi dimana para pengasuh dari lembaga notariat itu lebih menitik beratkan orientasinya pada hokum barat, semuanya itu merupakan faktor-faktor penghambat dan yang tidak menguntungkan bagi perkembangan dan untuk dikenalnya lembaga notariat ini dengan cepat dan secara luas di kalangan masyarakat yang justru harus dilayani.
Lembaga kemasyarakatan yang dikenal sebagai “notariat” ini timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan hukum keperdataan yang ada dan/atau terjadi diantara mereka; suatu lembaga dengan para pengabdinya yang ditugaskan oleh kekuasaan umum (openbaar gezag) untuk dimana dan apabila undang-undang menghasruskanm demikian atau dikehendaki oleh masyarakat, membeuat alat bukti tertulisyang mempunyai kekuatan otantik.
Sejarah dari lembaga notariat dimuai pada abad ke-11 atau ke-12 di daeraaah pusat perdagangan yang sangat berkuasa pada amain it Italila Utara, yang merupakan nama lo? Latijnse Notariaat” dan yang data-tabda juga), Mechior Kerchem, sekretaris dari College van Schepenen” di jacatra, diangkat sebagai notaries pertama di Indonesia.
Dipergunakan perkataan “bevoegd” (berwenang) dalam pasal 1 PJN diperlukan berhubungan dengan ketentuan dalam pasal 1868 KUHPerdata yang mengatakan :
“suatu akta otentik adalah sedemikian, yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya”.
Untuk pelaksanaan dari pasal 1868 KUHPerdata tersebut, pembuat undang-undang harus membuat peraturan perundang-undangan untuk menunjuk para pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan oleh karena itulah para notaries ditunjuk sebagai pejabat yang sedemikian berdasarkan pasal 1 PJN.
Di dalam PJN ditentukan, bahwa notaries berwenang untuk membuat akta mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik. Dari bunyi pasal tersebut, bahwa wewenang notaris adalah “regel” (bersifat umum).
1. Pengertian Akta
ketentuan dalam pasal 1868 KUHPerdata yang mengatakan :
“suatu akta otentik adalah sedemikian, yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya”.

[1] R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993), hal 1.
[2]Gerard da Silva, Majalah Ombudsman, “ Aksi Mafia Notaris”. Edisi No.76/Th.VI/Maret 2006

1 komentar:

  1. Tugas utama notaris adalah pengurusan ijin dan surat resmi perusahaan, yayasab, lembaga dan pribadi

    BalasHapus